Home

Rabu, 03 November 2010

Makalah Peran Kepribadian dan Implikasi


IMPLIKASI UNTUK KOMUNIKASI

Melakukan komunikasi secara efektif dengan pasien membutuhkan tingkat empati tertentu dan kemampuan untuk melihat masalah dai pandangan pasien. Jika tenaga kesehatan mempunyai pandangan impersonal yang sinis dan dingin maka akan sulit bagi mereka untuk bersikap empati pada pasien. Karena itu individu yang mendapat nilai tinggi dari skala mungkin sebaliknya melihat gaya komunikasi mereka apakah mereka dapat membuat sedikit “hangat”. Orang yang mendapat nilai rendah mempunyai sedikit kesulitan untuk tampak simpatik terhadap pasien tetapi mereka kurang tegas dalam melakukan wawancara mereka lebih terbuka pada manipulasi dari pasien yang memiliki nilai Mich Tinggi.



MEMBUKA DIRI
Dalam bentuknya yang paling sederhana, membuka diri berarti cara di mana orang membiarkan detil-detil dari dirinya sendiri diketahui oleh orang lain. Meskipun demikian, penting untuk mempertimbangkan hal membuka diri dari tenaga kesehatan di satu pihak dan membuka diri dari pasien pihak lain. Membicarakan aspek-aspek dari diri sendiri atau pengalamannya sendiri dapat menimbulkan suatu perasaan empati antar individu. Jourard (1971) mengatakan bahwa membuka diri adalah suatu keterampilan social yang penting. Ia mengatakan bahwa jika seseorang mulai membuka diri maka hal ini akan menyebabkan orang lain ikut membuka diri. Karena itu satu cara untuk mendukung orang lain untuk membicarakan tentang dirinya sendiri adalah dengan memulainya dengan suatu “pernyataan tentang diri sendiri” yang singkat. Misalnya, seorang dokter dapat mengatakan pada seorang wanita yang baru saja mengalami keguguran: “saya juga mengalami keguguran ketika saya pertama kali hamil, tetapi sekarang saya punya tiga anak.” Pernyataan tentang diri sendiri ini dapat menyebabkan terjadinya diskusi tentang masalah yang sedang dialami oleh wanita itu. Meskipun membuka diri yang singkat dan berhubungan memang berguna dalam beberapa konteks yang berbeda, perhatian harus dilakukan agar cara ini tidak terlalu sering digunakan. Pasien tidak mau mendengarkan pidato yang bertele-tele tentang masalah dan kegagalan yang dialami oleh tenaga kesehatan.


JOHARI WINDOWS

Johari Windows kata yang diambil dari kata Window yang artinya jendela, dan Johari dari singkatan nama tokoh: Joseph Luft dan Harmington Ingha’m. Menurut kedua tokoh ini setiap individu tidak tahu benar dan menyeluruh tentang dirinya sendiri. Sehingga mereka mengabunggkan gagasan tentang komunikasi terbuka dan tertutup.
Di dalam tiap  diri individu dapat di umpamakan seperti jendela yang terbagi dalam empat bagian (kwadram):
1.    Pribadi terbuka
Yaitu segala aspek dalam diri seperti tingkah laku, perasaan dan pikiran yang diketahui diri sendiri maupun orang lain disekitarnya.
2.    Pribadi buta
Yaitu segala aspek tingkah laku, perasaan dan pikiran yang diketahui orang lain tapi tidak diketahui/disadari oleh diri sendiri.
3.    Pribadi tersembunyi atau rahasia
Yaitu segala sesuatu yang hanya diketahui diri individu sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.
4.    Pribadi gelap atau pribadi yang tidak dikenal
Yaitu aspek-aspek dalam diri yang tidak diketahui diri sendiri maupun orang lain.



CIRI-CIRI MEMBUKA DIRI

Ivey dan Authier (1978) membuat daftar empat cirri-ciri utama dari membuka diri:
1.    Penggunaan kata saya. Penggunaan kata ganti saya atau aku tanpa digunakan lagi, mengindentifikasi pernyataan yang berfungsi untuk membuka diri. Untuk mengatakan “Melahirkan bayi menimbulkan stress” tidak sama dengan mengatakan “Saya tahu bahwa melahirkan bayi memang menimbulkan stress.”
2.    Kenyataan atau perasaan. Biasanya jika dua orang bertemu untuk pertama kali mereka saling bertukar informasi atau kenyataan tentang dirinya sendiri, nama mereka, apa yang mereka kerjakan untuk hidup, dan lain-lain. Mereka sangat jarang mengungkapkan rincian dari perasaan mereka yang paling dalam, kerena memang pernyataan tentang perasaan biasanya dipertahankan pada tingkat yang paling superficial. Karena itu meminta orang sejak awal percakapan untuk mengungkapkan “perasaan hati” mereka atau bahkan untuk mrngungkapka “perasaan hati”-nya sendiri dapat meningkatkan munculnya rasa malu.
3.    Memberi reaksi pada orang lain. Jika seseorang mengatakan “Saya benar-benar tidak dapat mengatsi rasa nyeri ini dan tampaknya tidak ada seorang pun yang peduli, mereka merasa bahwa saya sedang berpura-pura seperti itu seorang aktor,” ada dua jenis respons membuka diri yang diberikan. Seseorang dapat beraksi pada perasaan orang tersebut dengan mengatakan “Saya dapat mengerti bahwa dianggap sebagai seorang aktor pasti membuat rasa nyeri itu sangat sulit untuk diatasi”; atau “Hal yang sama juga terjadi pada saya dan memang rasanya sangat mengerikan.” Respons yang pertama menyampaikan perhatian dan mengalihkan perhatian pada individu  agar ia mau lebih mengungkapkan perasaannya. Respons yang kedua menggambarkan bahwa individu itu tidak sendirian dan mengalihkan pusat perhatian dari dirinya pada tenaga kesehatan. Kedua respons itu sesuai dalam konteks yang berbeda.
4.    Masa lalu, sekarang, dan akan datang. Membuka diri dapat dilatih: pada masa lalu-“Saya merasa hancur saat saya kehilangan pekerjaan saya”; pada masa sekarang-“Saya pikir saya akan merasa benci jika saya dirawat di rumah sakit.” Meskipun demikian, Galvin dan Ivey (1986) menekankan bahwa membuka diri “saat inidan sekarang juag” tetap merupakan pokok permasalahannya yang sifatnya controversial.

Membuka diri mengenai pengalaman tenaga kesehatan pada pasien harus dilakukan dengan hati-hati. Nelson-Jones (1983) menyebutkan enam cirri-ciri positif dari membuka diri pada pasien:
1.    Modeling. Beberapa pasien akan mendapatkan sedikit kesempatan untuk melatih membuka  dirinya sendiri. Mereka mungkin tidak pernah mempelajari bagaimana cara melakukannya. Membuka diri yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat menandakan pasien baik mengenai kesempatan untuk melakukan perilaku membuka diri bias “diungkapkan.”
2.    Ketulusan. Sementara tenaga kesehatan harus menunjukkan tingkat keahlian yang dapat menimbulkan kepercayaan pasien, kadang-kadang ada manfaatnya untuk tampil sebagai “orang awam” dan tidak bersembunyi di balik sikap yang jauh dan kaku.
3.    Berbagi pengalaman. Satu keuntungan dari berbagi pengalaman dengan pasien adalah memberikan mereka oandangan baru tentang situasi yang sedang mereka alami, yang mungkin menyebabkan terjadinya cara yang berbeda untuk mengatasi situasi tersebut. Penting untuk diingat bahwa pasien mempunyai kesempatan untuk menerima atau menolak relevansi dari membuka diri yang dilakukan.
4.    Berbagi perasaan. Kadang-kadang memang tepat untuk berbagi perasaan dengan pasien. Wright (1986) mengatakan bahwa banyak perawat yang merasa cemas dengan kenyataan bahwa mereka mungkin menangis jika mereka memberi kabar bahwa seseorang sudah meninggal. “Banyak perawat akan menanyakan ‘Tetapi bagaimana jika saya menangis?’ dan percaya bahwa menangis menunjukkan kelemahan atau kurangnya profesionalisme. Pada kesempatan di mana saya melihat perawat yang ikut menangis, hal itu menyebabkan terjadinya peningkatan perasaan dihargai dan dimengerti.”
5.    Berbagi pendapat. Berbagi pendapat kurang terbuka jika dibandingkan dengan berbagi pengalaman atau perasaan. Juga berbagi pendapat tetap mempertahankan focus pada pasien. Perbedaan antara berbagi pendapat dengan berbagi pengalaman sama dengan perbedaan yang dibuat oleh Ivey dan Authier (1978) antara dua cara mereka “member reaksi pada orang lain.
6.    Bersikap asertif. Membuka diri dapat dipergunakan untuk “menahan” pasien yang agresif. Bersikap tegas dan memberikan batasan dapat mempunyai konstribusi untuk suatu hubungan.

MEMBUKA DIRI YANG TIDAK TEPAT
Membuka diri yang tidak tepat dapat berakibat sebagai berikut:
·      Membebani pasien. Pasien mempunyai masalahnya sendiri tanpa dibebani oleh orang lain. Lebih lanjut, sementara pasien menghargai keterampilan tenaga kesehatan, mungkin saja mereka tidak terkesan pada tenaga kesehatan sebagai pribadi.
·      Menampakkan sikap yang lemah dan tidak stabil. Sering ada kebutuhan dari pasien untuk mempersepsikan pemberi perawatan mereka sebagai seseorang yang kuat dan kompeten. Terlalu banyak membuka diri dapat membuat tenaga kesehatan kelihatan kikuk dan lemah. Seharusnya ada pertimbangan dari konteks ini; kadang-kadang berbagi pengalaman tepat, kadang-kadang tidak. Biasanya sangat jelas kapan harus membuka diri dengan cara ini dan kapan jangan melakukannya. Jika memang ada keraguan, maka cara yang paling baik adalah untuk menerapkan pendekatan “berfokus pada pasien” dan menggunakan membuka diri “berbagi pendapat” lebih baik daripada dibandingkan dengan membuka diri menggunakan “berbagi perasaan.” Jika komunikasi berlangsung dengan efektif, maka pasien akan merasakan perhatian dan empati dari perilaku nonverbal.
·      Mendominasi. Terlalu banyak membuka diri dapat membuat pasien merasa didominasi. Nelson-Jones (1983) mengutip Loughary dan Ripley (1979) yang menyebutkan empati tipe dominasi: tipe : “Anda pikir Anda mempunyai masalah! Biarkan saya member tahukan tentang masalah saya”; tipe “Saya mengerti karena saya pernah punya masalah yang sama”; dan tipe “Saya yang akan mengatu dan menanganinya.
·      Melakukannya untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini disebut sebagai pemindahan balik (counter transference) dalam psikoanalisa, tetapi hanya merujuk pada situasi di mana tenaga kesehatan membuka diri untuk tujuannya sendiri. Dengan kata lain tenaga kesehatan menggunakan perilaku membuka diri sebagai cara untuk memenuhi harapannya dalam mendapatkan persetujuan dan perhatian dengan mengorbankan pasien. Tanda peringatan termasuk “lebih baik tidak nampak” untuk pasien tertentu dan mengorganisasi kembali waktu seseorang yang sebenarnya tidak diperlukan dan menjadi terlibat secara emosional dan bukan menaruh perhatian secara professional.

HAMBATAN DALAM MEMBUKA DIRI
Ada beberapa hambatan dalam membuka diri yang memang normal jika diberikan suatu situasi di mana orang dapat menemukan dirinya sendiri. Hambatan yang pertama adalah ketakutan untuk menjadi terlalu berlebihan. Membuka diri, menurut sifat dasarnya, menyebabkan komunikasi interpersonal menjadi sangat personal. Orang memang tidak selalu mengharapkan untuk mencapai tingkat interkasi ini dalam waktu yang singkat dengan orang asing. Hambatan kedua adalah masalah kerahasiaan. Beberapa pasien merasa sangat sulit untuk mempercayai orang lain. Hambatan yang ketiga merujuk pada ketakutan dalam menghadapi rincian dari dirinya sendiri yang memang diharapkan tetap tersembunyi. Mempertahakan basa-basi merupakan suatu cara pilihan untuk menghadapi atau menggali pribadi yang kemungkinan tidak dikenal yang sebenarnya tidak menyenagkan. Hambatan keempat, beberapa individu merasa malu untuk membicarakan topik-topik tertentu, terutama jika topic ini ditujukan langsung untuk diri mereka sendiri. Hambatan yang terakhir terhadap membuka diri dapat terjadi karena orang-orang menyadari bahwa mereka mungkin harus berubah sebagai akibat dari hal-hal yang harus mereka hadapi tentang diri mereka sendiri.


PANDUAN UNTUK MEMBUKA DIRI YANG TEPAT
Ada beberapa panduan umum untuk membuka diri yang tepat.
·      Bersikap tegas. Jika anda memutuskan untuk membicarakan tentang diri sendiri jangan ‘bertele-tele’, bicaralah dengan jelas dan jujur.
·      Bersikap sensitif. Cobalah untuk menyadari jika membuka diri merupakan hal yang membantu dan bukan beban. Membicarakan perasaan yang intim mungkin tidak sama sesuainya seperti membicarakan pendapat, terutama di awal suatu hubungan.
·      Bersikap relevan. Jangan menyimpang dari tujuan utama wawancara. Tetaplah memusatkan pada masalah pasien.
·      Bersikap tidak memiliki. Jangan menekan pasien untuk member respons sesuai dengan kebutuhan Anda dan bukan kebutuhan mereka.
·      Melakukannya dengan singkat. Tidak semua pasien mempunyai stamina atau keinginan untuk terlibat dalam penilaian diri sendiri yang panjang dan mendalam.
·      Jangan terlalu sering melakukannya. Membicarakan diri Anda sendiri terlalu sering tidak hanya membuat Anda sebagai pusat perhatian tetapi juga menimbulkan keraguan-keraguan tentang kestabilan dari kemampuan professional Anda.
KESIMPULAN

Pentingnya membuka diri dalah karena bidan bekerja berhadapan dengan berbagai pengalaman dan kondisi biologis, psikologis dan sosiologis dari kliennya. Seorang bidan perlu memahami bagaimana mengahadapi kecemasan, kemarahan, kesedihan dan kegembiraan klien.
Bidan harus tau bagaimana dirinya sendiri bersikap apakah mudah cemas atau mudah tersinggung. Sehingga ia tau keterbatasan diri sewaktu melayani klien. Bidan yang tidak memahami dirinya sendiri kemungkinan akan sulit memahami apa yang dialami klien.


DAFTAR PUSTAKA


Dr. Tjahjono, H.N. 2002. Komunikasi Efektif Ibu Selamat, Bayi Sehat, Keluarga Bahagia. Bandung : Pagangan Fasiliator.

Niven, Neil. 2002. Psikologis Kesehatan. Jakarta : EGC.

0 komentar:

Posting Komentar